Friday, January 17, 2014

Backpacking ke Singapura (Part-2) : The Exploration

Baca Part-1 dulu yuk : Backpacking ke Singapura (Part-1)

Ada yang aneh bagi saya subuh ini, saya bangun dan mencoba mengumpulkan energi sambil berpikir "Ada dimana saya?". Saya baru sadar kalau tadi malam saya tertidur pulas sekali dikursi hitam panjang Terminal 3 Changi Airport. Nyenyak dan... emm... bisa dibilang nyaman sekali tempat tidur saya malam itu. Lagi-lagi subuh ini saya beranjak menuju tempat persembunyian saya untuk melaksanakan shalat subuh, seperti gang sempit yang sepi dan nggak ada seorangpun yang lewat, posisinya tepat dibelakang toko yang belum buka. Beruntung sekali saya bisa menemukan tempat seperti ini. Setelah selesai shalat, saya bersiap-siap dulu sebelum pergi keluar untuk mengelilingi Singapura; seperti mengisi ulang air minum, dan bersih-bersih diri biar kece. haha. Di Singapura sendiri, dan mungkin di negara-negara maju lainnya, sudah banyak tersedia tempat minum yang bisa digunakan secara gratis. Air dari tempat minum ini (saya nggak tau namanya) segar dan dingin. Jadi ketika berpergian ke Singapura, bawalah tumbler/tempat air minum, ini sangat praktis dan hemat banget mengingat harga air mineral di Singapura ukuran 500 ml bisa seharga SGD 2,5 atau sekitar Rp. 20rb . Bisa gila kita kalau beli minuman di Singapura tiap beberapa jam T,T

Ayo isi ulang dulu botol air minumnya kaka~~~

Pemandangan pagi Bandara Changi berbeda banget waktu pertama kali datang kemaren malamnya, waktu saya menuju arah luar Bandara "Wah silaunyaaa...", ada kaca dimana-mana. Arsitekturnya lagi-lagi bikin saya kagum. hehe. Sebelum keluar, saya mencoba koneksi internet di Changi, Alhamdulillah ternyata bisa terhubung. Lalu saya kirim email ke @dedamya untuk kasi kabar dan minta tolong untuk meneruskan kabar ke keluarga saya kalau saya baik-baik saja selama disini. Saya meneruskan perjalanan saya menuju ke stasiun MRT (Mass Rapid Transport) alias kereta cepat bawah tanah, salah satu moda transportasi yang keren yang pernah saya naiki (norak). Posisi stasiunnya ada dibagian bawah Bandara, mungkin sekitar 3 kali turun pake eskalator yang panjaaang banget, sepertinya posisinya memang didesain saling terkoneksi antara satu moda transportasi dengan lainnya. Jadi, bisa memudahkan wisatawan yang turun di Changi untuk menjangkau berbagai lokasi di Singapura. "Konsep transportasi yang bagus untuk ditiru sama negera kita", pikir saya.

Tangga turun menuju stasiun MRT Changi Airport

Tibalah saya di muka stasiun MRT Changi, lalu saya bergegas mencari mesin tiket untuk bisa menaiki MRT disana. Saya sebenernya tidak perlu beli tiket lagi, karena beberapa hari sebelum berangkat saya sudah dipinjemin EZ-link card milik Mas Deden (temen sekantor) yang bisa diisi ulang untuk keperluan menaiki MRT ini. Jadi, saya cukup isi ulang saja dan setiap naik, saldo saya akan dipotong dengan sendirinya. Seingat saya, waktu itu Mas Deden bilang di kartunya masih ada saldo sekitar 4 SGD, dan saya memilih untuk isi ulang sebanyak 10 SGD karena takut-takut kalau saya banyaaaaak sekali menaiki MRT untuk kemana-mana. Akhirnya saya menemukan mesin isi ulang untuk kartu MRT saya. Saya dan beberapa mas dan mbak bule kebingungan untuk menggunakan mesin isi ulang tersebut, jadilah saya celingak-celinguk membaca panduan penggunaan mesin sebelum saya akhirnya harus bolak-balik dalam antrian untuk memastikan kalau saya tidak lupa dengan instruksi yang tertulis jelas disamping mesin itu berdiri. Saya merasa mesin itu sedang menertawai saya atas kekonyolan saya saat itu. Nah, kalau emang nggak punya kartu EZ-Link ini sebenernya bisa aja beli tiket ketengan setiap mau naik MRT, cuma lebih ribet aja, sementara nilai positifnya jelas lebih hemat pengeluaran. Atau bisa beli kartu semacam ini sekitar (nggak yakin) 18 SGD, dan bisa dapat refund 10 SGD kalau kartu ini dibalikkan ke counter ticket-nya. Lumayan kan?? :D

EZ-Link card teman setia menjelajah Singapura dengan MRT

Day 2 : Exploring Singapore
Jeng... jeng... saya masuk ke dalam stasiun dan menunggu kedatangan MRT pagi itu. Sambil menunggu, saya mempelajari rute MRT yang ada di sekitaran stasiun, yang sebenernya rute MRT ini sudah saya print juga ke kertas yang saya bawa dari rumah. Saya juga bawa map Singapura yang saya ambil dari bandara. Penting nih! jangan lupa ambil brosur dan apapun informasi yang tersedia selama kita masih di bandara. Informasi tersebut berguna banget saat kita mencari destinasi yang akan dikunjungi selama perjalanan disana. 

MRT & LRT System map. Dijamin nggak nyasar kalau ke Singapura sendirian.

Nggak nyampe 5 menit, akhirnya kereta itu datang. Saya naik dengan wajah antusias karena (lagi-lagi) untuk pertama kalinya naik MRT. haha. MRT dari Changi menuju stasiun Tanah Merah pagi itu ramai sekali, mungkin memang setiap saat ramai ya karena banyaknya pengguna bandara menaiki MRT ini untuk menuju setiap wilayah di Singapura. Untuk MRT dari Changi sendiri akan berhenti di stasiun Tanah Merah, dari sini kita transit ambil MRT lainny. Saya tetap ambil MRT yang jalur hijau menuju dan turun di stasiun Raffles Place. Nah, Dari stasiun saya langsung keluar untuk merasakan atmosfer Singapura. Wow! Isinya gedung-gedung pencakar langit dengan manusia modis lalu lalang di sekitar gedung perkantoran di kawasan ini. Memang, saat saya datang kesini, ini bertepatan dengan hari kerja jadi wajar saja kalau yang ada disini orang-orangnya rapi. hehe. Saya kurang tau juga kawasan Raffles Place ini mayoritas isinya apa aja. Berhubung saya sudah nulis di itenerary saya, dan disana tertulis 

"Saya harus mengunjungi Patung St Stamford Raffles, Asian Civilization Museum, Parliament House, Fullerton Hotel, Sumpre Court dan Express Palace". 

Dan benar, saya mengunjungi hampir semua tempat yang saya tulis di itenerary karena kebetulan tempatnya berdekatan satu dengan lainnya. Saya nggak sempat masuk ke tempat-tempat tersebut, jadi hanya liat-liat aja dari luar. hehe.

Saya berlama-lama di kawasan ini karena udaranya segar meski sedikit panas, saya ngaso dan liatin orang jogging dan lalu lalang dengan sepedanya. Di kawasan ini ada sungai, jembatan, ada cafe juga, hotel dan macem-macem tempat nongkrong yang saya tau tempat yang ada cafenya itu adalah kawasan Clarke Quay. Tempat saya ngaso ini adalah salah satu kawasan yang saya suka, sampe sekarang tulisan ini dibuat, saya masih ingat jelas beberapa detail disana.

Cavenagh Bridge membentang di atas Singapore River

Kids Jumping Statue yang ada di pinggiran Singapore River 


Clarke Quay di seberang tempat saya berdiri

Abis ngaso-ngaso di pinggir sungai, saya memutuskan untuk berpindah lokasi, rencananya mau ke Esplanade. Berdasarkan peta yang saya punya, lokasinya nggak jauh dari tempat saya ngaso. Nah, disinilah bencana bermula... Dari peta, saya cuma butuh berjalan beberapa menit saja lewat samping Asian Civilization Museum, dari sana saya jalaaan terus untuk bisa berada di Esplanade. Tetapi saudara-saudara!!! jalan yang saya akan lalui itu di tutup karena hari itu bertepatan dengan ajang balap mobil Formula 1 (F1). Aaakkkk!! Sial, saya harus muter lagi ke arah yang lain, dan saya nggak tau harus lewat mana. 30 menit-an lebih saya muter-muter nggak jelas untuk nyari jalan lainnya, tetap saja ditutup dan nggak boleh lewat. Di perjalanan saya yang lebih tepatnya di tengah-tengah mode "kesasar" ini saya ketemu dengan seseorang yang mungkin seumuran saya juga, yang saya pikir awalnya dia dari Jepang. 

Saya bertanya ke mas-mas itu, "Excuse me, do you know how to get there?" sambil nunjukin peta arah Esplanade.

"I... I... am sorry. I don't know too.", sambil terbata-bata mas-mas itu menjawab dengan ramah.

"Owh, I am sorry. Anyway, are you a tourist? Where are you from?", tanya saya.

"Yes, I am... em... I am from China. How about you?", ternyata mas-mas ini orang China toh, tebakan saya salah. Lagi-lagi mas ini menjawab dengan terbata-bata, saya menyesal bertanya karena seperti menghakiminya.

"I come from Indonesia." Jawab saya "Okay. Thank you so much". Saya mengakhiri pembicaraan dengan ramah. Hal ini yang saya sesali 10 menit berikutnya, kenapa saya tidak ajak dia saja untuk keliling Singapura bareng-bareng. Lah kita sama-sama single traveler ini? At least saya punya teman saat-saat saya kesasar seperti ini :D

Saya menyerah dengan keadaan, dan cari jalan lain yaitu kembali lagi ke stasiun MRT Raffles Place, halah jauhnyaaa kalau mesti balik lagi. Dan... silahkan tebak, saya kesasar lagi, sulit sekali menemukan tempat saya pertama kali keluar dan sialnya Google Maps saya belum bisa digunakan karena SIM card saya nggak bisa diaktifkan disini. Untung pada akhirnya saya sadar kalau ada petunjuk arah untuk menuju stasiun MRT terdekat. Finally, Thank Allah... saya sampai kembali ke pintu masuk stasiun tadi, rasanya pengen sujud sukur berhubung kaki udah mulai pegel dan badan rasanya gerah banget karena belom mandi. haha... Di bawah tanah menuju stasiunnya sendiri ada pusat perbelanjaan juga disini, saya cari toilet dan bersih-besih badan untuk berganti pakaian saya.

Sudah ganteng, sudah wangi dan sudah seger kembali. Saya melanjutkan perjalanan saya, kali ini menuju Esplanade tempat patung singa Merlion, ikon dari negera Singapura berada. Perjalanan dengan MRT tidak begitu lama, mungkin hanya memakan waktu sekitar 15 menit saja dan tibalah saya di stasiun MRT Esplanade. Yuhuuu... saya pun terburu-buru berjalan untuk bisa segara tiba di depan patung itu. Saya makin excited... :D Saya menyusuri jalanan sekitar Esplanade, yang menarik adalah ketika saya menyeberang, para pengendara mobil/motor seketika berhenti dan memberikan kesempatan untuk pejalan kaki melintasi jalanan terlebih dahulu. Ini yang saya suka dari keteraturan di Singapura, saya tidak perlu meregang nyawa untuk bisa menyeberang ke sisi jalan yang lainnya karena harus berhadapan dengan pengendara brutal yang sering saya jumpai di jalanan kota saya tinggal. Hal ini sepertinya sudah ada di dalam peraturan berkendara disana (mungkin lho yaa..), saya kira seperti: jika menabrak pejalan kaki, maka surat izin mengemudi dicabut atau mungkin malah ditabrak balik. haha... saya nggak yakin juga kalau masalah ini, hanya dugaan saya saja. Soalnya saya penasaran juga kenapa bisa teratur seperti itu. Sambil liatin kiri-kanan, banyak sekali wisatawan yang berjalan ke arah patung Merlion berada, jadilah saya ikuti saja arah ke dalam rombongan orang-orang itu berjalan. Dan, tibalah saya di Merlion Statue! :D

Saat di Esplanade ini, saya kepengen foto juga kaya orang-orang kebanyakan. Biarin deh kalo saya mainstream banget. Tapi masalahnya adalah, saya harus foto-foto sendirian; posisikan kamera, atur timer, nunggu beberapa detik sampai si kameranya menangkap gambar saya. Ini sangat merepotkan. Fiuh... Akhirnya saya kepikiran untuk minta tolong ke orang lain, target utama saya adalah orang yang berpasangan, cowo-cewe. Pikir saya, kalau orang yang pacaran/berpasangan gitu pasti pengen dong punya foto berdua (asik), jadi saya tawarin dulu ke mereka "May I help you?". And, if they say YES, then it means a world for me. I hope they didn't realize that it was a trap. haha... Kenapa begitu? pada akhirnya mereka pasti ngerasa nggak enak dan akan nawarin balik untuk fotoin saya, jadilah saya dapat foto yang lumayan bagus karena nggak pakai self-timer lagi, tetapi difotoin sama orang lain. Mission accomplished!! :D Tips ini bolehlah dipraktekan untuk yang jalan-jalan sendirian, tapi kalau yang emang doyan banget foto-foto saya sarankan untuk pergi bareng temen-temen saja. Dan satu lagi, lokasi sekitar Merlion ini lebih cakep lagi kalau datang di malam hari, sayangnya saya keburu tepar waktu mau balik kesini.

Cukup lama di Esplanade, saya ngesot ke Orchard Road, jalan yang terkenal seantero Singapura. Di sepanjang jalanan Orchard berdiri kokoh berbagai nama shopping mall yang menjual berbagai macam produk kelas wahid. Karena saya nggak niat belanja (nggak ada duit), ya saya cuma lihat-lihat saja. Uniknya di pinggir jalanan ini ada yang jualan es krim gerobak gitu, katanya ini khas Singapura, yang beli rame banget. Saya mau beli tadinya, terus ngecek2 apa halal atau enggak, dan akhirnya saya nggak jadi beli itu es krim (ngiler). Ada apa lagi ya? Banyak pameran juga, pas waktu itu ada pameran mobil-mobil Ferrari yang dipake untuk F1 dan pameran kendaraan tempur milik tentara Singapura. Saya juga tertarik sama mbak-mbak yang mainin biola, ngamennya kelas atas broh, terkesan lebih bertalenta dan ekslusif ketika saya menyaksikannya. Apa saya ngasih duit ke mbak itu? Meh! boro-boro mau ngasih, saya malah kepanggil untuk ikutan ngemis. haha... Untungnya saya urungkan niat saya, kalau nggak bisa malu-maluin keluarga dan diusir dari rumah.

Satu-satunya shopping center yang saya kunjungi adalah Lucky Plaza, saya berniat untuk makan siang dan beli SIM card biar bisa hubungi keluarga dan teman dekat saya di Indonesia kapapun dimanapun tanpa tergantung jaringan WiFi gratis. Kayanya ibu saya yang paling khawatir, maklum emak-emak emang suka parno sendiri kadang. haha... SIM card yang saya beli sekitar SGD 5, udah pake paket 3 hari internetan. Waktu beli kartu ini, yang jual akan nanyain paspor kita untuk keperluan registrasi dan aktivasi kartu SIM-nya. Anyway, soal paspor jangan ditinggal-tinggal ya, kalau mbak-nya pinjem ya kita ikutin aja. Saya dipesenin sama Uncle Hendro kalau ada kejadian imigran yang kehilangan paspor karena dicuri dan dia nggak bisa pulang, kan bisa berabe tuh kalau saya nggak balik ke Indonesia. Bisa menyebabkan ketidak-seimbangan iklim di muka bumi (halah). Setelah saya aktivasi, beh.. internetanya kenceng banget, apa ini jaringan 4G kali ya? Saya buka-buka Youtube juga nggak pake buffering coba. Bayangkan itu sodara-sodara kalau yang kaya gini ada di Indonesia??? :O Oh iya, kartu yang saya pake waktu itu nama providernya SingTel. Berhasil sudah, saya bisa browsing dan update status Foursquare (lebih kaya sombong gitu) selama di Singapura. Misi saya selanjutnya di Lucky Plaza adalah nyari makan siang. Saya makan di tempat makan yang jual masakan Indonesia sih, cuma entah kenapa mbak-mbak nya jutek banget. Entah perasaan saya aja atau bukan, yang jelas kalau yang datang itu kelihatan berduit mereka sedikit lebih manis. Nyesel saya makan disini, udahlah rasanya biasa aja mahal pulak. Loh kok malah marah-marah? haha.

Rute saya selanjutnya adalah ke Little India, saya mau check-in hostel yang udah saya book sejak di Indonesia. Alhamdulillah, thanks to @bobysatria yang mau pinjemin credit card pas saya mau booking hostel. Saat berburu hostel ini seru juga, ada beberapa hostel yang saya pengen banget nginep di Singapura, tapi entah belum jodoh atau gimana saya cek dan kirim email ke hostel-hostel itu ternyata udah penuh. Pusing juga saya nyari-nyari hostel ini. Ternyata saya baru sadar, jadwal perjalanan saya bertepatan dengan peak season di Singapura, kayanya karena ada Formula 1 deh. Pencarian saya belum berakhir (ceile), saya akhirnya dapat hostel di kawasan Little India, namanya Fernloft Hostel. Kamar yang saya pilih kamar dengan... emm... total ada 14 tempat tidur, lebih mirip barak kayanya. haha. Isinya juga campur, ada cowo ada cewe juga. Ini demi hemat-hemat nih, nyaman nggak nyaman yang penting bisa tidur dan nggak terlunta-lunta selama di Singapura. Saya sama sekali nggak nyesel milih Fernloft, pegawainya ramah banget dan sangat membantu saya. Om ini sepertinya orang Thailand, hehe... saya tau karena diracuni @h3ruw dengan film-film Thailand dan familiar (meski nggak ngerti) dengan bahasanya. Di hostel, saya mandi dan ganti baju untuk berisiap-siap ke destinasi berikutnya: Universal Studio! Here I go!!! :D

Untuk bisa mencapai Universal Studio, saya cukup naik sekali MRT aja menuju HarbourFront, dan sampailah di mall (lagi-lagi) guede dan berkelas, namanya Vivo City. Cukup naik ke lantai paling atasnya kita akan di antarkan oleh kereta gantung Sentosa Express ke Sentosa Island yang merupakan pulau yang terpisah dari pulau utama Singapura. Saya nggak berniat masuk ke Universal Studio, jadi cukup bayar tiket naik Sentosa Express aja. Di pintu masuk Sentosa Island yang ada di Vivo City tersedia kok tiket untuk naik keretanya, karena saya punya EZ-Link card, cukup gesek saja ke mesin pemindai dan biaya tiket tersebut akan dikurangi dari saldo kartu yang saya punya. Berangkatlah saya ke Universal Studio dan merasakan keseruan kalau kesini enaknya pada bawa keluarga atau temen-temen. Meh, besok-besok saya maunya rame-rame kalo kesini, enggak seru kalau kewahana begini sendirian (ceilah gaya banget), lagian saya cuma numpang foto di depannya doang kok. haha.

Saya nggak lama-lama di Sentosa Island, enggak tau juga mau ngapain, saya jalan-jalan bentar terus memutuskan untuk kembali ke hostel. Di perjalanan, saya mampir dulu ke Mustafa Center tempat belanja souvenir. Lagi-lagi saya nggak beli apa-apa. haha. Saya ketemu sama cewe-cewe Jepang pas saya keluar seberapa jauh dari Mustafa Center, saya pikir mereka personil AKB 48 yang nanyain lokasi Mustafa Center. Karena saya lupa, saya bilang aja saya nggak tahu sambil sombongnya bilang "Pardon me, I am a tourist too". Cieleh turis apaan kere begitu? haha... Ada beberapa destinasi yang nggak sempat saya datangi, Chinatown dan Bugis Street. Sayang banget kan? :( Saya merasa waktu saya terlalu sempit saat saya jalan-jalan disini, mungkin nambah 1 atau 2 hari lagi akan terasa lebih puas. hehe... Saya kembali ke hostel sekitar pukul 9 malam, kaki saya rasanya mau copot dan beraaaaat banget setelah seharian keliling Singapura. Saya tidur saat orang-orang yang sekamar saya baru beranjak pergi untuk keluar menikmati suasana malam di Singapura. Aneh memang :D


Day 3 : Going Home
Saya bangun lebih pagi dari teman-teman sekamar saya, untuk menghindari rebutan kamar mandi. Maklum, isi manusia di kamar itu ada 14 orang. Mungkin orang-orang sedikit terganggu dengan saya yang lalu lalang ke kamar mandi, bodo amat dah saya mau balik cepet-cepet untuk pulang pagi itu. Saya sarapan sekedarnya dan ngobrol-ngobrol sama om receptionist hostel sekalian check-out. Saya pulang naik ferry dari HarbourFront menuju Batam, saya berniat untuk singgah dan menginap sehari di Batam karena baru besoknya jadwal pesawat saya ke Pekanbaru. Saya membeli oleh-oleh kecil di HarbourFront untuk teman-teman dan keluarga saya dan saya siap untuk pulang. Saya naik ke atas kapal itu dan perlahan sinyal SingTel di handphone saya menghilang sejalan dengan menjauhnya kapal ferry yang saya naiki. Mungkin suatu saat saya akan berlibur lagi ke Singapura dengan budget yang agak manusiawi-lah ya dan berharap bisa mengunjugi tempat-tempat lain yang lebih jauh lagi. Ini pengalaman pertama keluar negeri yang luar biasa buat saya! :D

Pemandangan dari jendela ferry menuju Batam


The World is A Book
And Those Who Do Not Travel Read Only One Page
-- St. Augustine --

Tuesday, January 14, 2014

Backpacking ke Singapura (Part-1) : The Starting Point

Ini adalah catatan perjalanan saya sewaktu travelling ke Singapura pertengahan bulan September 2013. Pada awalnya, saya berkeinginan untuk mengambil sertifikasi TOEIC di Batam, sekalian niatnya mau liat-liat Batam, di salah satu Universitas disana. Kebetulan di Pekanbaru tempat saya tinggal udah nggak ada lagi tempat yang menyediakan test TOEIC, padahal dulunya ada tuh di SMKN 2 Pekanbaru. Sayang sekali. Jadilah saya berburu tiket pesawat murah (nggak murah juga sih sebenernya) yang bisa membawa saya ke Batam. Nah, disaat berburu tiket pesawat inilah dilema terjadi (halah), beberapa teman menyarankan saya untuk sekalian saja liburan ke Singapura yang hanya berada di seberang sana dari Pulau Batam. Benar, akhirnya saya tergoda untuk merencanakan perjalanan saya ke Singapura. Sejak saat itu, saya mulai mengubah itenerary saya yang tadinya cuma ada Batam disana, akhirnya lebih banyak Singapura-nya. Termasuk dengan mengubah jadwal keberangkatan saya menjadi tanggal 19 Sept 2013 s/d 22 Sept 2013 dan rute penerbangan saya.

Day 1: Tidur di Changi
Perjalanan saya dimulai dari Pekanbaru pukul 11.30 dari Bandara SSK II dengan tujuan Kuala Namu Medan. Inilah kenapa beberapa orang berargumen bahwa rute transit ini sangat aneh, karena menurut beberapa teman dan informasi yang ada di internet, saya punya opsi lainnya yang seharusnya bisa saya ambil: 
1) Penerbangan langsung ke Singapura, dan 
2) Penerbangan ke Batam, lalu dilanjutkan ke dengan menaiki ferry ke Batam.

Untuk opsi-1 saya nggak nemu penerbangan langsung dari Pekanbaru ke Singapura di tanggal 19 Sept 2013 , dan untuk opsi-2 itu terlalu mainstream you know. hahaha. Padahal sebenernya saya nyesel juga, karena setelah dihitung-hitung biaya penerbangan saya transit ke Medan itu lebih mahal ketimbang opsi-2. Jadi, saya ngaku salah kalau saya milih bikin opsi sendiri penerbangan dari Pekanbaru ke Singapura via Medan. Jiwa penasaran saya dan suka riset sendiri kadang bisa ngebawa saya ke penyesalan juga ternyata TT,TT

Saya sampai di Kuala Namu Medan sekitar pukul 13:00, cukup lama juga harus menunggu karena penerbangan selanjutnya terjadwal pada pukul 18:20an WIB. Lama banget! Karena bosen juga nggak jelas mau kemana, saya duduk-duduk aja di emperan bandara sambil nungguin waktu check-in. Lama waktu berselang, saya memutuskan untuk check-in lebih awal dan menuju Gate 1 untuk keberangkatan luar negeri. Sesungguhnya saya nggak sabar lagi untuk bisa berada di Changi Airport :D #norak #banget


Pintu keberangkatan di Kuala Namu Airport

Saya nunggu di Gate 1 di Kuala Namu, selama saya menunggu, saya berkenalan dengan Adil (bukan nama asli) anak Medan asli, soalnya ketahuan banget dari logatnya. Saya bisa bedakan itu karena saya punya beberapa saudara yang tinggal di sekitaran Tanjung Morawa dan sempat main-main kesana beberapa tahun yang lalu. Sudah lama sekali sebenarnya. Ngobrol-ngobrol lama, saya tahu Adil ternyata ingin mengunjungi kakaknya yang sudah sangat lama tinggal di Singapura. Kakaknya Adil ini sudah berpindah kewarganegaraan, sekarang sudah menjadi orang Singapura. Saya sempat ditawarin untuk tinggal di apartemen kakaknya, wahh tawaran yang menyenangkan, tapi di perjalanan ini saya nggak mau ngerepotin orang lain. Jadi saya tolak saja dan bilang nanti kalau saya ke Singapura lagi, saya akan kontak dia untuk numpang tinggal di apartemennya. Teng... 18.20 udah lewat.... ternyata penerbangan yang akan saya naiki ditunda, sekitar 2 1/2 jam. Nah, disaat penumpang lainnya gelisah karena pesawat udah delay cukup lama,  saya malah seneng penerbangannya ditunda karena dapat kompensasi berupa makan malam dari masakapai. Asik!!! Pinter juga sih cara begini setidaknya bisa ngurangin yang tadinya mau marah enggak jadi marah. Coba kalau enggak, udahlah lapar, lama nunggu pula, gimana penumpang enggak mau marah-marah?

Setelah makan malam gratis, barulah kita penumpang pesawat diminta untuk segera menaiki pesawat yang mengantarkan saya untuk memijakkan kaki di Singapura. Kabin pesawat Air Asia yang saya tumpangi itu tidak terlalu ramai, beberapa kursi masih kosong, termasuk window seat sebelah saya. Saya dapat posisi tengah, posisi yang tidak pernah saya harapkan. Beruntungnya saya bisa gonta-ganti posisi duduk dari tengah ke kursi paling pinggir yang berdekatan dengan jendela pesawat, saya bisa langsung lihat kelap-kelip lampu kota Singapura. Di pesawat ini saya sebelahan dengan Uncle Hendro (bukan nama sebenernya, yaiyalah mana ada orang Singapura namanya Hendro), begitu beliau ingin disapa. Saya ngobrol-ngobrol dengan beliau ini, dari ceritanya dia sudah sering sekali berkunjung ke Indonesia. Beliau cerita ke saya kalau dia suka sekali mengoleksi barang-barang etnik dari Indonesia. Dan hari itu, beliau baru saja dari Medan untuk mencari pakaian adat Minangkabau. Saya bilang ke dia, "Kalau mau cari pakaian adat Minang, kenapa ke Medan? Uncle sebaiknya pergi ke Sumatera Barat saja, daerah asal pakaian tsb". Setelah bicara seperti itu, saya merasa jadi Putera Indonesia yang membanggakan karena dengan lantang dan percaya diri bicara soal budaya ke orang asing. Haha. Selama pembicaraan tersebut, saya beberapa kali kesulitan untuk mendengarkan kata-kata Uncle Hendro, selain memang nada suara beliau ini agak aneh untuk seorang penutur English, juga karena telinga saya agak budek karena tekanan udara di pesawat. Beliau juga menjelaskan ke saya tempat-tempat yang seru untuk dikunjungi, serta menjelaskan lampu-lampu apa yang ada dibawah kami ketika pesawat sudah sangat dekat dengan Bandara Internasional Changi, saat itu saya makin deg-degan untuk pertama kalinya membolang (bocah petualang) di negeri Singa.

Saya menyocokkan jam tangan saya dengan waktu Singapura yang lebih cepat 1 jam daripada Indonesia, mungkin sekitar pukul 11.30an waktu Singapura saat itu. Lalu saya berpamitan ke Uncle Hendro sambil menenteng backpack saya turun dari pesawat. Beliau menawarkan kartu namanya jikalau saya ada apa-apa yang bisa dia bantu, dia akan senang hati menerima saya di Singapura. Tapi, lagi-lagi kartu itu saya simpan saja, tanpa niat sedikitpun untuk menghubungi beliau. "Saya akan berpetualang sendiri!", begitulah isi dari suara hati saya. Saya masih bersama dengan Adil turun dari pesawat dan menuju pintu keluar Bandara. Sepertinya Adil cukup ketakutan saat itu karena sebelumnya dia pernah dimarahi petugas imigrasi Singapura karena sesuatu hal, jadilah dia mengekor saya sampai pintu keluar Bandara. Padahal saya ingin lama-lama di dalam bandara untuk bisa menikmati fasilitas yang katanya keren-keren yang ada di bandara, tetapi demi nolongin orang jadilah saya ikutan keluar saja. Jeng... jeng... tibalah kami di depan pintu imigrasi bandara...


Pintu imigrasi Terminal 1 Changi Airport


Dari pintuSaya disambut seorang petugas imirasi bandara keturunan Melayu, sengaja nyari yang melayu karena yang lainnya wajahnya galak. haha. Ternyata di imigrasi itu nggak ditanyain yang macem-macem, malahan si abang-abang ini bicara pake bahasa Melayu karena lihat paspor saya bertuliskan Indonesia. Wah syukurlah... si Adil juga aman, nggak seperti yang dibilangnya saat di pesawat soal dia pernah dimarahi petugas imigrasi. Saya jalan mengantarkan Adil bertemu kakaknya di pintu masuk bandara. Saying good bye and then I was alone there... Nah, karena sendirian dan saya belum punya rencana malam-malam begini. Saya putuskan untuk cari mushala di dalam bandara dan kelilingan seluruh terminal di Changi Airport. Sayang seribu kali sayang setelah saya tanya ke petugas bandara, mushala di sini berada di bagian dalam sebelum keluar dari pintu imigrasi, jadilah saya shalat di belakang sebuah toko yang udah tutup malam itu. Bandara Changi sendiri terdiri dari 3 Terminal yang masing-masing ukuran terminalnya guede-guede bangeeeet! Saya sampai pegel jalan-jalan di sekitaran bandara. Untungnya dari satu Terminal ke terminal lainnya udah dilengkapi Skytrain yang menghubungkan antar terminal, pokoknya udah canggih banget. Namanya juga skytrain ya, bentuknya ya mirip kereta gantung kali dengan kecepatan yang luar biasa. haha ini pengalaman pertama saya naik skytrain. Seru! Asli norak banget :))


 Pintu masuk Skytrain ke Terminal 3


Jalan-jalan saya di Bandara Changi masih berlanjut sembari saya mencari lokasi yang pas untuk tidur, saya udah nemuin beberapa opsi, tapi saya memutuskan untuk memilih lokasi di Terminal 3 saja. Nggak ada alasan apa-apa sih, cuma mungkin karena terminal ini lebih sunyi dan luas aja. Saya agak parno di Terminal ini sama beberapa petugas keamanan yang bawa senjata gede. Soalnya terkadang mereka suka bangunin backpacker yang suka tidur di bandara saat menjelang subuh untuk nanyain paspor. emang rese' aja kayanya --" Sekitar pukul 1 malam, saya memutuskan untuk tidur dan menutupi badan saya dengan kain sarung yang saya sengaja bawa untuk misi penting ini; Tidur di bandara. Hal ini karena mengingat kondisi bandara sangat dingin pada dini hari. Saya juga menjadikan tas punggung saya sebagai bantal dengan alasan kalau-kalau ada yang jahil mau mengambilnya, saya bisa terbangun dari tidur saya. Akhirnya, saya makin pede untuk menginap di bandara super gede ini karena bule-bule yang tampangnya lebih kelihatan tajir aja biasa-biasa aja kok tiduran disini, apalagi saya yang emang datang dengan modal pas-pasan. haha.


 Meramaikan suasana Changi dengan dengkuran 

Tempat tidur saya selama di Changi

Ternyata saya tidak sepenuhnya salah dalam memilih opsi keberangkatan saya ke Singapura, karena kalau dari Batam ke Singapura dengan naik ferry, belum tentu saya bisa lihat Bandara Changi yang megah ini. Backpacking ke Singapura Part 2 akan disambung di postingan selanjutnya yaa :D

Selanjutnya : Backpacking ke Singapura (Part 2)